
Perpanjangan sunset policy juga karena banyaknya permintaan dari berbagai kalangan. Ada berbagai alasan yang diajukan masyarakat yang mendasari tuntutan perpanjangan waktu pelaksanaan sunset policy itu. Seperti, waktunya sangat singkat, sementara masyarakat masih butuh waktu mengumpulkan berbagai data sebagai bahan penghitungan akhir Pajak Penghasilan (PPh) untuk setiap tahun pajak.
Ada juga yang beralasan, mereka sedang fokus menangani bisnis terkait dampak krisis keuangan global ke Indonesia. Belum lagi ter-sitanya waktu dunia usaha untuk menutup buku, menyusun laporan keuangan 2008 serta rencana bisnis 2009.
Fasilitas Sunset policy Kondisi ini menunjukkan tingginya antusiasme masyarakat memanfaatkan sunset policy. Sekaligus juga indikasi makin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pajak sebagai sumber utama penerimaan negara
Menanggapi kondisi simultan dan komprehensif masyarakat, utamanya Wajib Pajak (WP) dalam waktu singkat, tentu harus dicari solusi konstruktif dan produktif. Dari sisi kebijakan publik, perpanjangan pelaksanaan sunset policy merupakan solusi prima untuk semua pihak.
Sekadar mengingat kembali, sunset policy merupakan kebijakan penghapusan sanksi pajak berupa bunga atas keterlambatan pembayaran pajak, khususnya PPh tahunan. Adapun sanksi atas setiap keterlambatan pembayaran pajak dari waktu jatuh tempo yang ditetapkan, adalah berupa bunga 2% sebulan. Dasar hukum sunset policy adalah Pasal 37A UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Ada dua kondisi yang akan mendapatkan sunset policy. Pertama, bagi WP badan dan orang pribadi yang telah terdaftar sebelum 1 Januari 2008, diberikan penghapusan sanksi pajak bila membetuikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh untuk tahun pajak 2006 dan tahun-tahun sebelumnya.
Kedua, untuk orang pribadi yang mendaftarkan diri sebagai WP dan memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sejak 1 Januari 2008 hingga 31 Desember 2008, diberikan penghapusan sanksi pajak bila menyampaikan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2007 dan tahun-tahun sebelumnya. Ini terkait pengenaan dan terulangnya PPh sejak WP memenuhi syarat subjektif dan objektif.
Pembetulan SPT merupakan hak yang diberikan UU KLIP kepada WP. Hal ini terkait dengan penerapan sistem selfassessment dalam perpajakan kita. Yakni, diberikan kepercayaan kepada masyarakat (WP) untuk menghitung pajaknya sendiri dengan benar sesuai transaksi ekonomi yang dilakukan, memperhitungkan pajak-pajak yang telah dibayar atau dipungut/ dipotong pihak lain, menyetor, dan melaporkan pajaknya melalui SPT.
Nilai keekonomian sunset policy sangat tinggi bagi WP. Bisa kita hitung, bila terlambat membayar pajak 24 bulan, bunganya 48%. Jika pokok pajaknya Rp 20 miliar, bunganya mencapai Rp 9,6 miliar. Sebesar jumlah bunga inilah yang dihapus dengan program sunset policy. Siapa tidak ingin memanfaatkan?
Kini, bola di tangan masyarakat Belum lagi fasilitas lainnya. Yakni, tidak .ik in diperiksa, kecuali nantinya ada data baru {novum) bahwa yang dilaporkan dalam SPT ternyata belum benar. Seandainya pajaknya sedang diperiksa dan WP membetuikan SPT dalam rangka sunset policy yang pajaknya lebih besar dari penghitungan pemeriksa pajak (sebelum pemberitahuan hasil pemeriksaan), maka pemeriksaan dihentikan. Data yang dilaporkan di SPT sunset policy tidak digunakan untuk menetapkan pajak lainnya, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan lainnya
Perpanjangan sunset policy juga merupakan bagian dari kebijakan publik di bidang perpajakan. Perpanjangan itu sendiri bukanlah suatu pilihan mudah. Sebagai suatu kebyakan publik yang strategis, keputusan perpanjangan sunset policy jadi mengikat bagi banyak pihak.
Dimock (dalam Public Administration, 1960) mengatakan, pembuatan kebijakan publik senantiasa didasari oleh keinginan masyarakat. Kebijakan publik merupakan perpaduan dan kristalisasi dari pendapat-pendapat dan keinginan-keinginan banyak orang dan golongan dalam masyarakat.
Seirama reformasi birokrasi dan modernisasi administrasi perpajakan yang terus dibangun dan dijalankan Ditjen Pajak, fokus perpanjangan sunset policy merupakan bentuk pelayanan publik. Sasarannya, dapat memperbaiki kualitas masyarakat dalam memandang dan melaksanakan kewajiban perpajakan pada negara
Keinginan masyarakat dalam sunset policy sudah dipenuhi pemerintah. Kini, bola kebijakan publik itu berada di tangan masyarakat. Pertanyaannya, masihkah masyarakat tidak mau melaksanakan kewajiban perpajakan melalui perpanjangan siinset policy dengan berbagai alasan? Kalau begitu, apa kata dunia?
Liberti Pandiangan,
Kepala Subdit Kepatuhan WP dan Pemantauan Direktorat Jenderal Pajak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar