Senin, 12 Januari 2009

Sunset policy adalah hak rakyat

Akhir-akhir ini, sunset policy jadi pembicaraan hangat berbagai kalangan, terutama pengusaha apalagi iklannya tersebar di mana-mana, baik media cetak, visual, outdoor, bahkan lewat pesan singkat. Bisa jadi, kondisi ini terkait jangka waktunya yang tinggal menghitung hari, akan berakhir 31 Desember 2008.

Sunset policy dapat dikatakan sebagai hadiah dari negara kepada masyarakat pada 2008 yakni fasilitas berupa pemberian penghapusan sanksi pajak. Kebijakan ini sebagai amanat Pasal 37A UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Karena penghapusan pembayaran pajak hanya sebagian dari keseluruhan kewajiban pajak, yakni atas sanksi pajaknya, kebijakan ini dapat juga disebut sebagai tax amnesty mini.

Sanksi pajak berupa bunga muncul jika wajib pajak (WP) tidak atau belum membayar pajak yang terutang. Padahal, tanggal jatuh tempo yang ditetapkan UU sudah lewat. Besarnya 2% sebulan dari pokok pajak. Contoh sederhana, jika pada tahun pajak 2006 ada perhitungan pajak penghasilan (PPh) yang belum benar, yang mengakibatkan pajak terutang Rp10 miliar berarti, hingga Desember 2008 ada sanksi bunga Rp4,8 miliar. Maka, pajak yang harus dibayar Rp14,8 miliar. Namun, dengan memanfaatkan sunset policy, sanksi pajak yang Rp4,8 miliar akan hapus.

Penghapusan sanksi pajak tersebut tidaklah secara otomatis, tetapi harus melalui permohonan WP. Mekanismenya melalui penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh. Hal ini sesuai prinsip self assessment dalam perpajakan kita.

Ada dua titik pokok pemberian sunset policy. Pertama, jika atas SPT Tahunan PPh tahun pajak 2006 dan sebelum-sebelumnya yang telah disampaikan WP ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP), ternyata belum benar. Sehingga, setelah dihitung kembali, masih ada pajak yang harus dibayar. Caranya, WP menyampaikan pembetulan atas SPT tersebut.

Kedua, jika orang pribadi belum terdaftar sebagai WP. Padahal, ia telah memperoleh penghasilan yang jumlahnya di atas besaran penghasilan tidak kena pajak (PTKP) setahun. Caranya, secara sukarela (self assessment) mendaftarkan diri ke KPP untuk memperoleh nomor pokok wajib pajak (NPWP).

Atas pemanfaatan sunset policy ini, selain sanksi pajaknya hapus, juga tidak dilakukan pemeriksaan pajak. Kecuali, jika pada kemudian hari terdapat keterangan atau data baru (novum) yang menyatakan bahwa SPT yang disampaikan tidak benar. Atau SPT menyatakan lebih bayar.

Hak rakyat
Pertanyaan yang mengemuka selama ini di masyarakat adalah, apakah sunset policy itu kewajiban atau hak bagi masyarakat? Pertanyaan ini muncul tidak terlepas dari masih adanya perbedaan, atau bahkan salah persepsi mengenai sunset policy itu sendiri.

Mengacu pada pengertian pajak dalam UU KUP, yang di antaranya menyatakan sebagai kontribusi wajib kepada negara. Berarti, pajak bukanlah sekadar sumbangan, atau iuran, atau partisipasi semata dari masyarakat kepada negara. Yang boleh dijalankan atau tidak. Namun, sebagai kewajiban, maka pajak setara dengan wajib bela negara. Bila tidak dibayar, negara dapat memaksa. Tindakan ini didukung adanya UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Dalam pelaksanaan, kewajiban perpajakan yang berbasis self assessment, tidak tertutup kemungkinan ada penghasilan atau biaya yang belum dilaporkan dalam SPT. Penyebabnya bisa bermacam-macam. Akibatnya, jika dibetulkan SPT-nya, maka masyarakat tentu akan terbeban mengeluarkan dana yang banyak. Karena selain membayar pokok pajak, juga atas sanksi bunga 2% sebulan.

Namun, berangkat dari esensi sunset policy yakni diberikannya penghapusan sanksi pajak kepada masyarakat. Bahwa pemberian fasilitas ini berlaku umum kepada semuanya, karena merupakan amanat UU. Dalam konteks ini, melalui sunset policy maka negara akan memberikan sesuatu kepada masyarakat, yakni hapusnya sanksi pajak. Jadi, bukan sebaliknya, di mana masyarakat akan membayar sanksi pajak.

Karena masyarakat akan mendapatkan sesuatu dari negara, sehingga kedudukan sunset policy sebenarnya merupakan hak istimewa bagi rakyat.

Tentu, masyarakatlah yang menentukan, apakah mau mendapatkan hak sunset policy atau tidak. Jika tidak, kondisinya akan terasa pada tahun 2009. Bahwa atas SPT yang tidak benar, yang mengakibatkan masih adanya pajak terutang, akan ditagih beserta sanksi bunganya 2% sebulan.

Bahkan, khusus kepada orang pribadi. Jika tetap tidak mendaftar sebagai wajib pajak, bila statusnya karyawan akan dikenakan PPh Pasal 21 lebih tinggi 20% dari tarif normal. Bahkan, jika memperoleh penghasilan yang terutang PPh Pasal 22 dan Pasal 23, dikenakan pajak lebih tinggi 100% dari tarif normal. Selain itu, bila berpergian ke luar negeri akan membayar fiskal luar negeri.

Sebagai hak istimewa dalam perpajakan, Ditjen Pajak telah berusaha dengan berbagai cara dan media untuk mensosialisasikan sunset policy secara luas.

Maksudnya, agar masyarakat yang belum atau tidak tahu, tidak dirugikan. Sudahkah Anda memanfaatkan sunset policy?

Liberti Pandiangan
Kepala Subdit Kepatuhan WP dan Pemantauan Ditjen Pajak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar